Selasa, 12 November 2013
Senin, 11 November 2013
Makalah Aqiqah dan Qurban
I.
PENDAHULUAN
Kedua-dua ibadah ini adalah antara amalan
mulia dan penting dalam Islam kerana amat besar fadhilatnya, tetapi malangnya
masih ramai orang yang samar-samar atau kabur kefahaman mereka mengenainya,
sehingga ada yang memandang ringan walaupun mempunyai kemampuan tetapi tidak
mau melakukan penyembelihan qurban dan aqiqah ini. Semoga dengan penjelasan
yang serba sedikit ini dapat membantu kefahaman kita semua tentang ibadat
Qurban serta Aqiqah serta keinginan untuk sama-sama mencari pahala kedua ibadah
ini akan meningkat.
II.
RUMUSAN MASALAH
A.
Apa Pengertian Aqiqah dan Bagaimanakah Syarat, Hukum serta Hikmah
Aqiqah?
B.
Apa Pengertian Qurban dan Bagaimanakah Syarat, Hukum serta Hikmah
Qurban?
C.
Bagaimanakah Pelaksanaan Aqiqah dan Qurban?
III.
PEMBAHASAN
A.
Aqiqah
Aqiqah
adalah menyembelih hewan pada hari ketujuh dari hari lahirnya anak[1],
hukum aqiqah adalah sunnah mu’akkad bagi orang tua (atau orang yang wajib
memberi nafkah kepada bayi) yang mampu dalam waktu 60 hari. Waktu penyembelihan
hewan aqiqah adalah dimulai ketika bayi sudah lahir sempurna, sedangkan tidak
ada batas akhirnya. Jika smpai baligh anak tersebut belum diaqiqahi maka anak
tersebut mengaqiqahi dirinya sendiri, sebaiknya aqiqah dilakasanakan hari
ketujuh[2]
عَنْ عَائِشَةَ قاَلَتْ اَمَرَنَا رَسُولَ اَللَّهِ
صلى الله عليه وسلم أَنْ نُعِقَّ عَنِ اَلْغُلَامِ بِشَاتَيْنِ وَعَنْ
اَلْجَارِيَةِ بِشَاةٍ (رَوَاهُ اَلتِّرْمِذِيُّ وابن ماجه)
Dari 'Aisyah ra Rasulullah SAW telah menyuruh kita supaya
menyembelih aqiqah untuk anak laki-laki dua ekor kambing dan untuk bayi
perempuan seekor kambing.
|
Binatang
yang sah menjadi aqiqah sama dengan keaddan binatang yang sah untuk qurban,
macamnya, umurnya, dan jangan bercacat.
Kalau hanya
menyembelih seekor saja untuk anak laki-laki, hal itu sudah memadai. Disunatkan
dimasak lebih dahulu, kemudian disedekahkan kepada fakir miskin. Orang yang
melaksanakan aqiqah pun boleh memakan sedikit dari daging aqiqah sebagaimana qurban,
kalau aqiqah itu sunah (bukan nazar).[3]
Menurut Imam
as-Shan’ani dalam kitabnya Subulus Salam mengomentari hadits Aisyah dengan perkataannya
“Hadits aisyah menunjukkan bahwa jumlah kambing yang disembelih untuk bayi
perempuan ialah setengah dari bayi laki-laki. [4]
Adapun hadits ‘Amr bin Syu’aib dari bapaknya dari kakeknya,
bahwasanya Rasulullah bersabda:
من ولد له ولد فأحب أن ينسك عنه فلينسك عن الغلام شاتان
مكافئتان وعن الجارية شاة
“Barangsiapa yang anaknya lahir lalu dia ingin
menyembelih (aqiqah) untuknya maka hendaknya dia menyembelih dua kambing yang
serupa sifatnya untuk anak lelaki dan seekor kambing untuk anak perempuan.” [HR Abu Daud (2842). Hadits hasan.]
Setelah
menyebutkan dua hadits dan Hadits lainnya al-Hafidz Ibnu Hajar berkata dalam
Fathul Bari “semua hadits yang semakna ini menjadi hujjah bagi jumhur ulama
dalam Aqiqah bagi anak laki-laki dengan dua ekor kambing dan bagi wanita dengan
seekor kambing.[5]
Adapun
syarat-syarat melaksanakan aqiqah yaitu:
1. Dari sudut umur binatang Aqiqah &
korban sama sahaja.
2. Sembelihan aqiqah dipotong mengikut
sendinya dengan tidak memecahkan tulang sesuai dengan tujuan aqiqah itu
sebagai “Fida”(mempertalikan ikatan diri anak dengan Allah swt).
3. Sunat dimasak dan dibagi atau dijamu fakir
dan miskin, ahli keluarga, tetangga dan saudara. Berbeda dengan daging qurban,
sunat dibagikan daging yang belum dimasak.
4. Anak lelaki disunatkan aqiqah dengan dua
ekor kambing dan seekor untuk anak perempuan kerana mengikut sunnah Rasulullah.
Hikmah Aqiqah
Sejak
seorang suami memancarkan sperma kepada istrinya, lalu sperma itu
berlomba-lomba mendatangi panggilan indung telur melalui signyal kimiawi yang
dipancarkan darinya, sejak itu tanpa banyak disadari oleh manusia, sesungguhnya
setan jin sudah mengadakan penyerangan kepada calon anak mereka. Hal tersebut
dilakukan oleh jin dalam rangka membangun pondasi di dalam janin yang masih
sangat lemah itu, supaya kelak di saat anak manusia tersebut menjadi dewasa dan
kuat, setan jin tetap dapat menguasai target sasarannya itu. Maka sejak itu
pula Rasulullah saw. telah mengajarkan kepada umatnya cara menangkal serangan
yang sangat membahayakan itu sebagaimana yang disampaikan Beliau saw. melalui
sabdanya berikut ini :
حَدِيثُ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ : قَالَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَوْ أَنَّ أَحَدَهُمْ إِذَا أَرَادَ
أَنْ يَأْتِيَ أَهْلَهُ قَالَ بِاسْمِ اللَّهِ اللَّهُمَّ جَنِّبْنَا الشَّيْطَانَ
وَجَنِّبِ الشَّيْطَانَ مَا رَزَقْتَنَا فَإِنَّهُ إِنْ يُقَدَّرْ بَيْنَهُمَا
وَلَدٌ فِي ذَلِكَ لَمْ يَضُرَّهُ شَيْطَانٌ أَبَدًا *
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a berkata: Rasulullah
s.a.w pernah bersabda: apabila seseorang diantara kamu ingin bersetubuh dengan
isterinya hendaklah dia membaca:
بِسْمِ اللَّهِ اللَّهُمَّ جَنِّبْنَا
الشَّيْطَانَ وَجَنِّبِ الشَّيْطَانَ مَا رَزَقْتَنَا
Yang artinya: Dengan nama Allah yang Maha Pemurah lagi
Maha Penyayang. Wahai Tuhanku! Jauhkanlah kami dari setan dan jauhkanlah setan
dari apa yang Engkau karuniakan kepada kami. Sekiranya hubungan aantara suami
istri itu ditakdirkan mendapat seorang anak.[6]
B. Qurban
Qurban dalam
bahasa Arab disebut ”udhiyah”, yang berarti menyembelih hewan pada pagi
hari. Sedangkan menurut istilah, Qurban adalah beribadah kepada Allah dengan
cara menyembelih hewan tertentu pada hari raya Idul Adha dan hari tasyrik
(tanggal 11,12 dan 13 Zulhijah)[7]
Perintah
menyembelih Qurban Firman Allah SWT:
!$¯RÎ) »oYøsÜôãr& trOöqs3ø9$# ÇÊÈ Èe@|Ásù y7În/tÏ9 öptùU$#ur ÇËÈ
Sesungguhnya
Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka dirikanlah shalat
karena Tuhanmu; dan berkorbanlah[1605].
[1605]
Yang dimaksud berkorban di sini ialah menyembelih hewan Qurban dan mensyukuri
nikmat Allah.
Sebagian ulama’
berpendapat bahwa kurban itu wajib, sedangkan sebagian lain berpendapat sunat.
Alasan yang
berpendapat wajib, sesuai dengan firman Allah QS. Al-Kautsar ayat 1-2.
Sunnah, berdasarkan
hadist Nabi Muhammad SAW menjelaskan:
اُﻤِﺭْﺖُ ﺒِﺎﻠنَحْرِﻮَﻫُﻭَﺴُنَةٌ لَكُمْ (رواه الترمذى)
”Saya disuruh menyembelih qurban dan qurban
itu sunat bagi kamu”
Sunnah Muakkad, berdasarkan hadist riwayat
Daruqutni menjelaskan:
كُتِبَ عَلَيَّ النَّحْرُ وَلَيْسَ بِوَاجِبٍ عَلَيْكُمْ
(رواه الدارقطنى)
”Diwajibkan melaksanakan Qurban bagiku dan tidak wajib
atas kamu.”
Binatang
yang sah untuk qurban ialah yang tidak bercacat, misalnya pincang, sangat
kurus, sakit, putus telinga, putus ekornya, dan telah berumur sebagai berikut:
1. Domba yang telah berumur satu tahun lebih
atau sudah berganti gigi.
2. Kambing yang telah berumur dua tahun atau
lebih.
3. Unta yang telah berumur lima tahun atau
lebih.
Waktu penyembelihan
hewan qurban dimulai matahari melambung dari terbitnya pada hari idul adha
yaitu tanggal 10 Dzulhijjah, kira-kira cukup untuk melaksanakan shalat dua
raka’at dan khutbah dua kali yang cepat (cukup melaksanakan rukun-rukunnya)
sampai terbenamnya matahari pada akhir hari tasyrik yaitu tanggal 13
Dzulhijjah. Namun, yang paling utama penyembelihan dilaksanakan setelah selesai
shalat Idul Adha sekira matahari sudah kadar satu tombak. Sebaiknya
penyembelihan di tempat yang enak, tidak keras. Dilaksanakan pada siang hari
kecuali ada hajat, maka pada malam hari.[9]
Adapun cara
menyembelih hewan qurban adalah sebagai berikut:
1. Cara menyembelih sama dengan penyembelihan
yang disyaratkan Islam, yakni penyembelih harus orang Islam (khusus qurban,
sunnah penyembelih adalah yang berqurban sendiri, jika diwakilkan disunatkan
hadiri pada waktu penyembelihannya).
عَنْ اَنَسٍ اَنَّهُ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عِنْدَ التَّضْحِيَّةِ اَلَّلهُمَ
تَقَبّلْ مِنْ مُحَمَّدٍ وَاَلِ مُحَمَّدٍ وَمِنْ اُمَّةٍ مُحَمَّدٍ (رواه البخارى
ومسلم)
“Dikabarkan oleh Anas bahwa
Rasulullah SAW telah berqurban dengan dua ekor kambing yang baik-baik, beliau
sembelih sendiri, beliau baca bismillah, dan beliau baca takbir.”
2. Alat untuk menyembelih harus benda tajam.
Tidak boleh menggunakan gigi, kuku dan tulang.
3. Memotong 2 urat yang ada di kiri-kanan
leher agar lekas matinya, tetapi jangan sampai putus lehernya (makruh).
4. Binatang yang disembelih hendaklah
digulingkan ke sebelah kiri tulang rusuknya agar mudah saat penyembelihan.
5. Hewan yang disembelih disunnahkan
dihadapkan ke arah Kiblat.
6. Orang yang menyembelih disunatkan membaca:
a) Basmalah
b) Shalawat
c) Takbir
d) Do`a:
Hikmah
seseorang yang telak melaksanakan qurban ialah:
1. Menambah cintanya kepada Allah SWT
2. Akan menambah keimanannya kepada Allah SWT
3. Dengan berQurban, berarti seseorang telah
bersyukur kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia yang telah
dilimpahkan pada dirinya.
4. Dengan berQurban, berarti seseorang telah
berbakti kepada orang lain, dimana tolong menolong, kasih mengasihi dan rasa
solidaritas dan toleransi memang dianjurkan oleh agama Islam.
C.
Pelaksanaan Qurban dan Aqiqah
Dari keterangan diatas bisa
disimpulkan bahwa aqiqah tidak mesti dilakukan pada hari ketujuh dan itu semua
diserahkan kepada kemampuan dan kelapangan rezeki orang tuanya, bahkan ia bisa
dilakukan pada saat anak itu sudah besar / baligh.
Orang yang paling bertanggung
jawab melakukan aqiqah adalah ayah dari bayi terlahir pada waktu kapan pun ia
memiliki kesanggupan. Namun jika dikarenakan si ayah memiliki halangan untuk
mengadakannya maka si anak bisa menggantikan posisinya yaitu mengaqiqahkan
dirinya sendiri, meskipun perkara ini tidak menjadi kesepakatan dari para
ulama.
Dari dua hal tersebut diatas maka
ketika seseorang dihadapkan oleh dua pilihan dengan keterbatasan dana yang
dimilikinya antara kurban atau aqiqah maka kurban lebih diutamakan baginya,
dikarenakan hal berikut :
1. Perintah
berkurban ini ditujukan kepada setiap orang yang mukallaf dan memiliki
kesanggupan berbeda dengan perintah aqiqah yang pada asalnya ia ditujukan
kepada ayah dari bayi yang terlahir.
2. Meskipun
ada pendapat yang memperbolehkan seseorang mengaqiqahkan dirinya sendiri namun
perkara ini bukanlah yang disepakati oleh para ulama.
Kewajiban aqiqah ada di pundak
orang tua. Akan tetapi, jika orang tuanya tidak mampu maka bila si anak telah
mempunyai kelapangan rezeki, dapat melaksanakan sunah aqiqah itu sendiri.[10]
Dalam pelaksanaannya aqiqah
tidak dapat digabung dengan berkurban. Orang yang membeli hewan untuk aqiqah
harus membeli satu hewan lagi untuk berkurban jika dilakukan pada Hari Raya
Idul Adha. Terkait waktu pelaksanaannya, aqiqah tidak terbatas (Bisa kapan
saja).
Tetapi, kurban hanya boleh
dilaksanakan pada Dzulhijjah. Sejak usai shalat Idul Adha hingga hari Tasyriq,
11, 12, dan 13 Dzulhijjah, bersamaan dengan jamaah haji yang sedang wukuf di
Padang Arafah.
Pada masa sekarang orang yang berkurban dapat menyerahkan kurbannya kepada orang yang amanah, dalam hal ini lembaga amil zakat.
Pada masa sekarang orang yang berkurban dapat menyerahkan kurbannya kepada orang yang amanah, dalam hal ini lembaga amil zakat.
Adapun syarat diterimanya hewan
kurban oleh Allah SWT ialah menggunakan harta yang halal saat membeli hewan
kurban tersebut. Kedua, dikerjakan pada waktunya saat Hari Raya Idul Adha dan
tiga hari Tasyriq. Ketiga, harus dilakukan dengan ikhlas. Keempat, menggunakan
hewan yang cukup umur, besarnya, sehat, dan tidak cacat. Hewan tersebut berupa
sapi, kambing, domba, kerbau atau unta.
Walaupun sama-sama menyembelih
hewan, tetapi kurban lebih utama dibandingkan aqiqah (jika sudah dewasa). Hal
itu karena berkurban disebut beberapa kali dalam Alquran. Sedangkan, aqiqah
hanya sebagai bentuk rasa syukur yang hanya terdapat dalam hadis saja.
Karena itu pula, niat aqiqah
dan kurban tidak boleh digabungkan. Soal teknis penyembelihan dan distribusi
hewan kurban, ia menyarankan agar melibatkan lembaga amil zakat. “Mereka
memiliki data mustahik yang lebih banyak,” . Sehingga, tercapai pemerataan
pembagian daging kurban.
Pendistribusian daging qurban sebaiknya
merupakan daging mentah. Karena, hak mereka daging tersebut akan dimasak atau
dijual kembali. Ini berbeda dengan aqiqah yang distribusinya dilakukan dengan
dimasak terlebih dahulu. Sehingga, mereka yang menerima dapat segera
menikmatinya tanpa menyusahkan untuk memasak lagi. Karena, aqiqah
merupakan wujud rasa syukur atas lahirnya seorang anak.
[1]
Sulaiman Rasyid, Fiqih Islam, (Bandung: Sinar Baru Algensindio, 2012),
hlm., 479.
[2]
Muhamad Sokhih Asyhadi, Fiqih Ibadah Versi Madzhab Syafi’, hlm., 204.
[3]
Sulaiman Rasyid, Fiqih Islam, hlm., 481.
[4]
Abu Muhammad ‘isom bin Mar’i, Perayaan Aqiqah Menurut Islam, (
Yogyakarta : Litera Sunny, 1997), hlm., 29.
[5]
Abu Muhammad ‘isom bin Mar’i, Perayaan Aqiqah Menurut Islam, hlm. 29.
[7]
Muhamad Sokhih Asyhadi, Fiqih Ibadah Versi Madzhab Syafi’i, (Pondok
Pesantren Fadllul Wahid Ngangkruk Bandungsari-Grobogan), hlm., 198.
[8]
Sulaiman Rasyid, Fiqih Islam, hlm., 475-476
[9]
Muhamad Sokhih Asyhadi, Fiqih Ibadah Versi Madzhab Syafi’i, hlm., 202.
Langganan:
Postingan (Atom)