FATKHUL MAKKAH
MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi TugaS
Mata Kuliah: Sirah
Nabawiyah
Dosen Pengampu: Alis Asikin, S.
Ag
Disusun Oleh:
Mukhamad Farid Ma'ruf (103111073)
FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
FATKHUL
MAKKAH
I.
PENDAHULUAN
Perintah Allah untuk menanamkan agama Islam kini telah sempurna, demikian
pula pendidikan kepada kaum muslimin, dan cobaan-cobaan Allah atas hati mereka
agar bertaqwa. Kaum Quraisy telah dipenuhi oleh kedzaliman dan permusuhan,
kebencian kaum Quraisy akan adanya kebenaran, rintangan di jalan menuju Allah,
dan peperangan terhadap Islam dan pemeluknya.
Allah berkehendak untuk memasukkan Rasulullah dan kaum muslimin ke
kota Makkah dengan merdeka dan menang. Rasulullah dan kaum muslimin akan
mensucikan Ka’bah dari najis dan kotoran serta hal-hal keji, dan mengembalikan
kota Makkah pada keadaannya semula, sehingga Makkah menjadi tempat mencari
pahala bagi manusia dan rasa aman, serta menjadikan Ka’bah sebagai tempat yang
penuh berkah dan petunjuk bagi seluruh alam.
Penaklukan kota Makkah ini merupakan penaklukan terbesar yang
dengannya Allah memuliakan agama, Rasul, para prajurit dan pasukannya yang
dapat dipercaya, dengan penaklukan ini pula ia menyelamatkan Negeri dan
Rumah-Nya yang telah dijadikan petunjuk bagi semesta alam, menyelamatkan dari
cengkraman tangan orang-orang kafir dan musyrik.
Pada pembahasan makalah ini sedikit pemaparan tentang Fatkhul Makkah yang merupakan penaklukan yang besar bagi
sejarah kota Makkah disepanjang masa.
II.
RUMUSAN MASALAH
A.
Apa Latar Belakang Fatkhulul Makkah?
B.
Bagaimana Persiapan Kaum Muslimin Untuk Membebaskan Kota Makkah?
C.
Bagaimana Peristiwa Penaklukan Kota Makkah?
III.
PEMBAHASAN
A.
Latar Belakang Fatkhul Makkah
Dalam salah satu pasal Perjanjian Hudaibiyah[1],
disebutkan bahwa siapa saja diantara suku-suku Arab bebas bergabung dengan
pihak Nabi Muhammad atau pihak Quraisy Makkah. Bani Khuza’ah dengan senang hati
bergabung dengan Rasulullah, sementara Bani Bakar bersikeras untuk bersekutu
dengan kaum Quraisy.
Genjatan senjata hasil kesepakatan Hudaibiyah ini bertahan 17
sampai 18 bulan, kemudian batal dengan sendirinya akibat ulah Bani Bakar yang
melanggar salah satu pasalnya. Pada suatu malam, Bani Bakar (pihak Quraisy)
dipimpin oleh Naufal bin Mu’awiyah ad-Daili menyerang Bani Khuza’ah (pihak Nabi
Muhammad) yang tinggal di dekat sebuah mata air bernama al-Watir[2], mereka
dibantu oleh beberapa orang Quraisy. Waktu itu, orang-orang Quraisy berkata,
“Muhammad tidak akan mengetahui tindakan kita, Mudah-mudahan tidak ada seorang
pun yang melihat kita”. Mereka juga memberi bantuan persenjataan dan kendaraan
kepada Bani Bakar dalam penyerangan terhadap Bani Khuza’ah demi membalas dendam
kepada Rasulullah.[3]
Suku Khuza’ah menderita korban tewas sebanyak dua puluh orang
datang mengadu kepada Nabi, utusan mereka Amr bin Salim menghadap beliau di
Madinah menyampaikan keluhan dan harapan kepada Tuhan dan Nabi Muhammad,
kemudian ia bersabda, “Engkau pasti memperoleh pertolongan, wahai Amr”.
Tidak lama setelah kehadiran Amr, datanglah Budail bin Warqa’
bersama serombongan suku Khuza’ah menyampaikan hal yang sama, lalu mereka
segera kembali ke Makkah. Abu Sufyan tokoh musyrik Quraisy di Makkah, bertemu
mereka di jalan. Kendati Budail mengingkari bahwa ia baru saja bertemu dengan
Nabi di Madinah, tetapi Abu Sufyan tidak percaya, apalagi setelah dia menemukan
di area tempat mereka biji-biji kurma Madinah, yang berarti mereka baru saja
dari Madinah.[4]
Disebutkan dalam satu riwayat yang dikemukakan oleh Ibnu Hajar di al-Mathalib
al-Aliyah dan satu riwayat lain di al-Fatkhul, sebelum perang
meletus Rasulullah sempat mengirimkan surat kepada kaum Quraisy. Dalam surat
itu, beliau mengajukan tiga pilihan kepada mereka: membayar denda (diyat)
untuk kematian orang-orang bani Khuza’ah, mencabut dukungan terhadap Bani
Bakar, atau perang. Ternyata kaum Quraisy memilih perang. Belakangan mereka
baru sadar bahwa tindakan itu melanggar perjanjian perdamaian Hudaibiyah.
Mereka pun menyesali lalu meninggalkan Dhamrah. Segera mereka menugaskan Abu
Sufyan ke Madinah guna memperbaharui perjanjian dengan kaum Muslimin.
Adapun menurut riwayat yang paling masyhur, ketika kaum Quraisy
menyadari kesalahannya, mereka segera mengutus Abu Sufyan ke Madinah sebelum
kaum Muslimin mendengar kabar pelanggaran yang mereka lakukan. Sesampainya di
Madinah, Abu Sufyan tidak langsung menghadap Rasulullah, melainkan menemui Abu
Bakar, kemudian Umar, Fatimah dan terakhir Ali. Namun mereka semua menolaknya,
bahkan Umar sempat pula mencacinya, dan akhirnya Abu Sufyan kembali dengan
tangan hampa.
B.
Persiapan Kaum Muslimin untuk Membebaskan Makkah
Rasulullah memerintahkan kaum Muslimin untuk bersiap-siap, tetapi
beliau sama sekali tidak mengatakan hendak kemana mereka pergi. Tujuan itu baru
beliau katakan beberapa waktu kemudian. “Kita akan menyerbu Makkah maka
bersiap-siaplah,” sabda beliau sebelum berangkat. Rasulullah mengundang seluruh
Muslimin dari berbagai suku dan kabilah yang ada di sekitar Madinah untuk ikut
serta dalam penyerangan ini, kekuatan Muslimin saat itu mencapai 10.000 orang.
Setelah memerintahkan kaum Muslimin supaya bergegas, beliau berdoa,
“Ya Allah butakan dan tulikan orang-orang Quraisy dari berita kepergian kami
ini agar kami bisa menyergap mereka dengan tiba-tiba.”[5]
Untuk lebih menjaga misi kerahasiaan, Rasulullah SAW mengutus pasukan sebanyak 80 orang yang dipimpin oleh
Abu Qatadah bin Rab’I ke suatu perkampungan yang terletak antara Dzu Khasyab
dan Dzul Marwah pada awal bulan Ramadhan 8 H, agar ada anggapan bahwa beliau
hendak menuju ke tempat tersebut, dan mereka juga diperintahkan untuk
menyiarkan kabar itu. Setelah mereka tiba di tempat yang sudah diperintahkan,
maka beliau akan berangkat ke Makkah dan mereka diperintahkan untuk menyusul.
Rupanya ada seorang yang sangat khawatir dengan keluarganya bila terjadi
penyerbuan Makkah, dia adalah Hathib bin Abi Balta’ah.
Ketika tentara Muslimin sudah bersiap akan berangkat, Hathib bin
Abi Balta’ah mengirim sepucuk surat di tangan seorang perempuan dari Makkah,[6] Isi
surat tersebut merupakan persiapan hendak menghadapi mereka. Hatib merupakan orang
besar dalam Islam, tetapi sebagai
manusia dari segi kejiwaannya ia mempunyai beberapa kelemahan, yang terkadang
cukup menekan jiwanya sendiri dan menghayutkannya kedalam masalah yang memang
tidak dikehendaki hatinya. Hal ini segera diketahui Muhammad, cepat-cepat ia
menyuruh Ali bin Abi Thalib dan Zubair bin Awwam mengejar Sarah. Perempuan itu
disuruh turun, surat dicarinya di tempat barang tetapi tidak ditemukan.
Perempuan itu diperingatkan, bahwa kalau
surat itu tidak dikeluarkan, merekalah yang akan membongkarnya. Melihat keadaan
yang begitu sungguh-sungguh, perempuan itu berkata: Lalulah.
Kemudian ia membuka ikatan rambutnya dan surat itu pun dikeluarkan,
yang oleh kedua orang itu dibawa ke Madinah. Sekarang Hatib dipanggil oleh
Muhammad dan ditanya kenapa ia sampai berbuat demikian. “Rasulullah,” kata
Hatib,”demi Allah, saya tetap beriman kepada Allah dan kepada Rasulullah.
Sedikit pun tak ada perubahan pada diri saya. Saya tidak punya hubungan keluarga
atau kerabat dengan mereka, tetapi saya punya seorang anak dan keluarga di
tengah-tengah mereka.[7]
Umar bin Khathab berkata ,”Wahai Rasulullah, biarkan aku memenggal
lehernya, karena dia telah mengkhianati Allah dan Rasul-Nya serta bersikap
munafik.”
Rasulullah SAW menjawab, ”sesungguhnya
dia pernah ikut dalam perang Badar. Lalu bagaimana engkau bisa mengetahui hal
itu wahai Umar? Boleh jadi Allah telah mengetahui isi hati orang-orang yang
ikut dalam perang Badar.” Lalu beliau bersabda lagi, ”Berbuatlah sesuka kalian,
karena kesalahan kalian sudah diampuni.” Kedua mata Umar meneteskan butir-butir
air mata, seraya berkata, ”Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui.” Begitulah
Allah mencekal setiap mata-mata, hingga tidak ada sedikit informasi pun yang didengar
Quraisy tentang persiapan orang-orang Muslim untuk berperang.[8]
C.
Peristiwa Fatkhul Makkah
Rasulullah berangkat bersama seluruh sahabat dari Madinah menuju
Makkah pada bulan Ramadhan tahun ke-8 H, dalam perjalanan ini, mereka semua
tetap berpuasa. Sesampainya di al-Kadid, Rasulullah berbuka diikuti oleh kaum
Muslimin yang menyertainya.
Rasulullah berangkat untuk penaklukan Makkah pada tanggal 10
Ramadhan tahun 8 H, dan berada di kota Makkah selama 19 malam. Selama
meninggalkan Madinah, Rasulullah menunjuk Abu Rahmin Kultsum ibn Hishn ibn
Utbah ibn Khalaf al-Ghifari untuk mengendalikan semua urusan di Madinah.
Pasukan Muslimin terus bergerak maju, mereka berhenti di Marr azh-Zhahran,
sebuah tempat di antara Makkah dan Madinah. Sampai saat itu berita tentang
kedatangan mereka belum tercium sama sekali oleh orang-orang Quraisy. Namun,
mereka sudah memperkirakannya, karena kegagalan misi Abu Sufyan ke Madinah saat
meminta revisi perjanjian yang telah mereka langgar. Disebutkan bahwa
sesampainya Abu Sofyan di Makkah dengan membawa kegagalan, kaum Quraisy
langsung menugaskan Abu Sufyan, Hakim ibn Hizam, dan Budail ibn Warqa’ untuk
memata-matai keadaan dan gerakan Rasulullah.
Di tengah perjalanan ketiganya beristirahat melepas lelah dan tiba-tiba
melihat Abbas melewati mereka dengan mengendarai keledai Rasulullah. Saat itu,
Abbas tengah dalam perjalanan menunaikan tugas dari Rasulullah, yaitu meminta
para pemimpin Quraisy untuk mengirimkan utusan guna mengadakan perjanjian damai
sebelum beliau memasuki kota Makkah dengan paksa. Saat Abbas datang, ketiga
mata-mata itu tengah membincangkan banyaknya pasukan dan api unggun yang
terlihat dari arah Marr azh-Zhahran. Budail mengira pasukan tersebut dari
kabilah Khuza’a, tetapi Abu Sofyan menyangkal sanggahannya, Abbas pun
memberitahukan bahwa pasukan yang mereka lihat adalah laskar muslimin. Mendengar
itu, Abu Sofyan langsung cemas dan ketakutan, akhirnya ia bersedia menerima
tawaran Abbas untuk menemui Rasulullah dan minta perlindungan dari beliau.
Selanjutnya Abbas memboncengkan Abu Sufyan di atas keledainya menuju
perkemahan pasukan Muslimin, ketika Umar melihat kedatangan Abu Sufyan bersama
Abbas, ia segera mengejar mereka berdua Abu Sufyan, namun Rasulullah berhasil
mencegahnya.
Abbas menghadapkan Abu Sufyan kepada Rasulullah, lalu beliau
mengajak Abu Sufyan untuk masuk Islam. Namun, Abu Sufyan masih saja ragu dan
terus mendebat beliau hingga larut malam. Akhirnya, Rasulullah meminta Abbas
untuk membawa Abu Sufyan ke tendanya, dan membawanya kembali menemui beliau
keesokan harinya.[9]
Menjelang subuh, Abu Sufyan terbangun, dia melihat pemandangan yang
belum pernah dia saksikan sebelumnya. Dia mendengar adzan, maka bersegera kaum
muslimin segera berwudhu, lalu shalat berjama’ah, mengikuti Rasulullah SAW
gerak demi gerak.
”Hai Abbas, apakah mereka itu melakukan semua yang diperintahkan
Rasul?” Tanya Abu Sufyan. ”Demi Allah kalau Rasul memerintahkan mereka tidak
makan dan minum, mereka pasti mematuhinya”.[10]
Setelah itu aku menemui beliau lagi. Ketika melihat Abu Sufyan yang
ikut bersamaku, ”Celakalah kau wahai Abu Sufyan, bukankah sudah tiba saatnya
bagimu untuk mengetahui bahwa tiada Illah selain Allah?”
Abu Sufyan berkata, ”Demi ayah dan ibuku sebagai jaminanmu, engkau
sungguh orang yang murah hati, mulia, dan selalu menjaga hubungan kekeluargaan.
Jauh-jauh hari aku sudah menduga, andaikan ada jauh-jauh hari aku sudah
menduga, andaikan ada sesembahan lain bersama Allah, tentunya aku tidak
membutuhkan sesuatu pun setelah ini.”
Beliau bersabda, ”Celaka kau
wahai engkau Abu Sufyan, bukankah sudah tiba saatnya untuk mengetahui bahwa aku
adalah Rasul Allah?”
Abu Sufyan berkata, demi ayah dan ibuku sebagai jaminanmu, engkau
sungguh orang yang murah hati, mulia, dan selalu menjaga hubungan, kekeluargaan.
Kalau mengenai masalah ini, di dalam hatiku ada sesuatu yang mengganjal hingga
saat ini.”
Al-Abbas berkata, ”Celaka kau, masuklah Islam, bersaksilah bahwa
tiada illah selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, sebelum beliau
memenggal lehermu. ”Maka setelah itu, Abu Sufyan masuk Islam dan memberikan
kesaksian secara benar.
Al-Abbas berkata kepada Rasulullah SAW, ”Wahai Rasuluulah, Abu
Sufyan adalah orang yang suka membanggakan diri, maka berilah dia sesuatu!”
Beliau bersabda, ”Benar, barang siapa yang memasuki rumah Abu
Sufyan, maka keamanan dirinya terjamin. Siapa yang memasuki Masjidil Haram,
maka keamanan dirinya terjamin.”
Pada Selasa pagi hari tanggal 17 Ramadhan 8 H, Rasulullah SAW
meninggalkan Marr Azh- Zhahran menuju Makkah. Beliau memerintahkan Al-Abbas
untuk menahan Abu Sufyan di ujung jalan tembus melewati gunung, hingga pasukan
Allah lewat di sana, dengan begitu Abu Sufyan bisa melihat semuanya. Setiap
kabilah yang lewat di jalan itu membawa bendera masing-masing dengan pasukan
yang begitu banyak.[11]
Al-Abbas menyarankan kepada Abu Sufyan agar segera kembali ke
Makkah sebelum rombongan Nabi SAW tiba. Begitu tiba di Makkah, dia langsung
berteriak: ”wahai keluarga besar Quraisy. Ini Muhammad telah datang dengan
pasukan yang tidak mampu kamu lawan, siapa yang masuk ke rumah Abu Sufyan, maka
dia akan aman, siapa yang menutup rumahnya, maka dia aman dan siapa yang akan
masuk Masjid maka dia akan aman.
Demi mendengar kedatangan pasukan Muslimin, kaum Quraisy langsung
memobilisasi sejumlah suku dan sekutu mereka untuk menghadapi laskar muslimin.”
Mari kita hadapi mereka! Bila mereka yang menang, kita boleh ikuti kemauan
mereka . Tapi, jika mereka yang kalah, itulah yang kita harapkan!” seru mereka
kepada setiap suku dan kabilah yang mereka ajak bersekutu untuk melawan
Rasulullah dan pasukannya.
Melihat penentang itu, Rasullah memerintahkan pasukan Muslimin
untuk segera menyerbu. Mereka terus bergerak maju, hingga akhirnya berhenti di
sebuah tempat bernama Shafa. Di tempat ini, beberapa orang dibunuh karena
mencoba menghalangi laju mereka.[12]
Pada pagi hari Jum’at tanggal 20 Ramadhan tahun 8 H, Nabi SAW
memasuki kota Makkah dengan menunggangi unta. Beliau, menundukkan kepala
sampai-sampai jenggot beliau nyaris menyentuh pelana unta, pertanda rendah hati,
dan syukur kepada Allah atas nikmat yang di anugrahkan-Nya. Berulang-ulang juga
pada saat menunggang unta itu beliau membaca Surah al-Fatkhul yang menjanjikan
kemengan ini.[13]
Rasulullah SAW melarang pasukannya menggunakan senjata ketika
mereka memasuki Makkah dalam menghadapi siapa saja, kecuali yang menentang
mereka. Rasulullah SAW memerintahkan pasukannya untuk berlemah lembut terhadap
harta dan apa saja yang dimiliki penduduk Makkah dan untuk tidak berlaku kasar
pada mereka.[14]
Sementara itu, jumlah korban tewas dari kaum musyrikin saat itu 12
sampai 13 orang, tetapi ada yang mengatakan hampir mencapai 20 orang. Adapun
dari pihak suku Hudzail ada 3 atau 4 orang yang tewas. Ada juga yang mengatakan
korban tewas dari kaum Quraisy mencapai 24 orang dan dari suku Hudzail 4 orang.
Bahkan ada pula yang menyebutkan bahwan korban tewas dari pihak Quraisy
mancapai 70 orang.[15]
Rasulullah kemudian memerintahkan pembersihan ka’bah dari segala
macam berhala, bahkan beliau terjun langsung menghancurkan berhala-berhala itu
dengan tangan beliau sendiri seraya membaca Surat al-Isra’ ayat 81.
ö@è%ur uä!%y` ,ysø9$# t,ydyur ã@ÏÜ»t6ø9$# 4 ¨bÎ) @ÏÜ»t7ø9$# tb%x. $]%qèdy ÇÑÊÈ
81. dan Katakanlah: "Yang benar telah datang dan yang batil telah
lenyap". Sesungguhnya yang batil itu adalah sesuatu yang pasti lenyap.
Ali yang paling banyak melakukan
perintah ini, termasuk menghancurkan berhala terberat dan terbesar yang
dinamakan Hubal.[16]
Berhala
yang ada di sekitar Baitul Haram seluruhnya berjumlah 360 buah. Di dalam ka’bah
terpampang lukisan Ibrahim, Isma’il, dan Ishaq sedang mengundi nasib dengan
panah. Lukisan itu kemudian disiram dengan minyak za’faran. Rasulullah baru
masuk ke dalam Ka’bah setelah lukisan itu dikeluarkan dari situ. Beliau
bersabda” Semoga Allah membunuh orang-orang yang membuat lukisan ini, sesungguhnya
Ibrahim tidak pernah mengundi nasib dengan panah.
Selanjutnya,
Rasulullah memerintahkan Bilal untuk mengumandangkan azan. Melihat hal itu,
sebagian orang dari Bani Sa’id ibn Ash berkata ,” Allah benar-benar telah
memuliakan Sa’id sebab Dia mematikannya sebelum melihat orang kulit hitam itu
berada di atas Ka’bah, sebagian Quraisy juga mengatakan hal serupa.
Pada
hari itu pula Rasulullah SAW masuk ke dalam rumah Ummu Hani binti Abu Thalib,
lalu mandi dan shalat delapan rakaat di rumahnya. Saat itu adalah waktu dhuha.
Banyak orang yang menduga itu adalah sholat dhuha.[17]
Beliau
mengutus Khalid bin Walid dalam satu tim beranggotakan 30 orang ke dalam satu
tim beranggotakan 30 orang ke daerah Nakhlah, Tsaqif, untuk menghancurkan Uzza,
berhala sesembahan kabilah Mudhar, Quraisy dan Kinanah. Beliau juga mengirimkan
Sa’ad ibn Zaid al-Asyhali bersama 20 orang tentara untuk menghancurkan berhala
Manat yang berada di Musyallal dari arah Qudaid. Manat adalah berhala yang
diagungkan oleh bangsa Arab, khususnya kabilah Aus dan Khazraj, sebelum masuk
Islam. Beliau juga mengutus Amru ibn Ash untuk menghancurkan Suwa’ berhala
kabilah Hudzail.
Beberapa
waktu kemudian, orang-orang berkumpul untuk melakukan bai’at kepada Rasulullah.
Mereka berbai’at untuk patuh dan setia kepada Allah dan Rasulnya. Setelah
membai’at kaum lelaki, Rasulullah bernmaksud membai’at kaum perempuan maka
berkumpulah perempuan-perempuan itu. Salah satu hasil paling nyata dari
peneklukkan kota Makkah ini adalah berbondong-bondongnya kabilah-kabilah Arab beserta
seluruh warganya masuk Islam. Seperti dalam surat An-nashr ayat 1 sampai 3.
Pasalnya, mereka memang telah menanti-nanti hasil akhir dari pertarungan
antaara kaum muslimin dengan kaum Quraisy.
#sÎ) uä!$y_ ãóÁtR «!$# ßx÷Gxÿø9$#ur ÇÊÈ
|M÷r&uur }¨$¨Y9$# cqè=ä{ôt Îû Ç`Ï «!$# %[`#uqøùr& ÇËÈ
ôxÎm7|¡sù ÏôJpt¿2 y7În/u çnöÏÿøótGó$#ur 4 ¼çm¯RÎ) tb%2 $R/#§qs? ÇÌÈ
1.apabila telah
datang pertolongan Allah dan kemenangan,
2.dan kamu Lihat
manusia masuk agama Allah dengan berbondong-bondong,
3.Maka
bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya Dia adalah
Maha Penerima taubat.
Selama
berada di Makkah usai penaklukkan, Rasulullah sempat menyampaikan beberapa
khutbah. Dalam khutbah-khutbahnya itu, belau menerangkan berbagai ajarandan
prinsip hukum Islam.[18]
Penaklukkan
Makkah ini menimbulkan kekhawatiran Anshar yang demikian mencintai dan
mengagungkan Rasulullah SAW. Mereka khawatir jangan sampai beliau enggan
kembali ke Madinah tetapi Rasul menenangkan mereka bahwa belau akan selalu
bersama mereka di Madinah sehidup semati. Memang. Demikianlah, maka setelah 19
hari belau bermukim di Mekkah akhirnya beliau kembali ke Madinah.[19]
IV.
KESIMPULAN
·
Kaum Quraisy mengingkari perjanjian Hudabaiyah yang dilakukan
bersama kaum Muslimin. Setelah Rasulullah mengetahui bahwa Kaum Quraisy
mengingkari perjanjian Hudaibiyah maka Rasulullah memberikan pilihan terhadap
mereka, 1. Membayar denda (diyat) untuk kematian orang-orang bani
Khuza’ah, 2. Mencabut dukungan terhadap Bani Bakar, atau 3. Perang. Ternyata
kaum Quraisy memilih perang. Setelah pihak Quraisy baru mengakui kekeliruannya
maka Abu Sufyan pergi ke Madinah untuk bertemu Nabi tetapi Abu Sufyan pulang dengan
tangan hampa karena tidak bertemu Nabi.
·
Rasulullah melakukan persiapan untuk menuju ke Makkah tapi beliau
pada mulanya menyembunyikan kepada kaum Muslimin arah tujuannya kemana.
Rasulullah berangkat untuk penaklukan Makkah pada tanggal 10 Ramadhan tahun 8
H, dan berada di kota Makkah selama 19 malam.
·
Dalam perjalanan menuju Makkah, Rasulullah bertemu dengan pamannya,
Abbas dan Abu Sufyan. Abu Sufyan dibawa
kepada pihak Kaum Muslimin dan bertemu Nabi serta berdialog kepada Beliau
kemudian ia masuk Islam. Nabi meberikan jaminan kepada Abu Sufyan barang siapa
yang memasuki rumah Abu Sufyan, maka keamanan dirinya terjamin. Siapa yang
memasuki Masjidil Haram, maka keamanan dirinya terjamin dan yang menutup pintu
rumahnya.
·
Pada pagi hari Jum’at, tanggal 20 Ramadhan, tahun 8 H, Nabi SAW
memasuki kota Makkah dengan menunggang unta seraya membaca Surah al-Fatkhul.
Abu Sufyan melihat pasukan kaum Muslimin yang jumlahnya 10.000 orang dan
terkagum atas usul Abbas Abu Sufyan pulang ke Makkah dan berseru kepada kaumnya
bahwa Muhammad sebentar lagi datang dengan pasukan yang banyak dan kalian tidak
dapat mengimbangi. Maka Abu Sofyan berseru dengan jaminan yang dikatakan Nabi
kepada kaumnya. Orang yang bersikeras membuat perlawanan kepada Nabi dan korban
yang jatuh dari Quraisy.
·
Rasullah membersihkan Ka’bah dari berhala-berhala yang berjumlah
360. Kemudian menyuruh bilal untuk mengumandangkan adzan dan sholat berjama’ah.
Adanya fatkhul maka ini menyebabkan orang-orang berbondong-bondong masuk Islam.
Nabi melakukan pembaiatan kepada orang laki-laki dan perempuan. Setelah 19
malam berada di Makkah akhirnya Nabi pulang ke Madinah.
V.
PENUTUP
Makalah yang dapat kami buat, sebagai manusia biasa kita menyadari
dalam pembuatan makalah ini masih terdapat banyak kesalahan dan
kekurangan.untuk itu kritik dan saran yang bersifat konstruktif sangat
kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini dan berikutnya.Semoga makalah ini bermanfaat
bagi kita semua. Amin ……..
DAFTAR
PUSTAKA
Ahmad,
Mahdi Rizqullah, Biografi Rasulullah: Sebuah Studi Analitis Berdasarkan
Sumber-Sumber yang Otentik, Jakarta: Qisthi, 2005.
Ali, al-Hasani
an-Nadwi Abul Hasan, Sirah Nabawiyah Sejarah Lengkap Nabi Muhammad SAW, Yogyakarta:
Mardhiyas Press, 2007.
Haekal,
Muhammad Husain,Sejarah Hidup
Muhammad, Jakarta: PT.Mitra Kerjaya Indonesia, 2008.
Nasr Sayyed
Hoseein , Kekasih Allah Muhammad, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,
1997.
Quraish, Shihab
M , Membaca Sirah Nabi Muhammad Saw Dalam Sorotan Al Qur’an dan
Hadits-Hadits Shahih, Jakarta: Lentera Hati,2011.
Syaikh Shafiyyurrahman Al-Mubarakfuri, Sirah Nabawiyah, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2010.
[1] Garis besar Perjanjian Hudaibiyah berisi : "Dengan nama Tuhan. Ini
perjanjian antara Muhammad (SAW) dan Suhail bin 'Amru, perwakilan Quraisy. Tidak ada peperangan dalam jangka
waktu sepuluh tahun. Siapapun yang ingin mengikuti Muhammad (SAW), diperbolehkan secara bebas. Dan
siapapun yang ingin mengikuti Quraisy, diperbolehkan secara bebas. Seorang pemuda, yang masih berayah
atau berpenjaga, jika mengikuti Muhammad (SAW) tanpa izin, maka akan dikembalikan lagi ke ayahnya
dan penjaganya. Bila seorang mengikuti Quraisy, maka ia tidak akan dikembalikan. Tahun ini Muhammad
(SAW) akan kembali ke Madinah. Tapi tahun depan, mereka dapat masuk ke Mekkah, untuk melakukan tawaf
disana selama tiga hari. Selama tiga hari itu, penduduk Quraisy akan mundur ke bukit-bukit. Mereka haruslah
tidak bersenjata saat memasuki Mekkah"
[2] Mata air al-Watir ini terletak di
daerah Makkah hilir
[3] Mahdi Rizqullah Ahmad, Biografi
Rasulullah: Sebuah Studi Analitis Berdasarkan Sumber-Sumber yang Otentik, (Jakarta: Qisthi, 2005),
Cet. IV, hlm.733
[4] M. Quraish Shihab, Membaca Sirah
Nabi Muhammad Saw Dalam Sorotan Al Qur’an dan Hadits-Hadits Shahih,
(Jakarta: Lentera Hati,2011), Cet. I, hlm. 896
[5] Mahdi Rizqullah Ahmad, Op. Cit.,
hlm. 734-737
[6] Perempuan tersebut merupakan seorang budak
salah seorang Bani Abdul Muthalib bernama Sarah dan diberi upah supaya surat
itu disampaikan kepada pihak Quraisy.
[7] Muhammad Husain Haekal,Sejarah
Hidup Muhammad, (Jakarta: PT.Mitra
Kerjaya Indonesia, 2008), Cet. XXX, hlm. 461-462
[8] Syaikh Shafiyyurrahman
Al-Mubarakfuri, Sirah Nabawiyah, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2010),
Cet. III, hlm. 467
[9] Mahdi Rizqullah Ahmad, Op., Cit.,
hlm. 739-743
[10] M. Quraish Shihab, Op., Cit.,
hlm. 910
[11] Syaikh Shafiyurrahman
Al-Mubarakfuri., Op., Cit., hlm. 470
[12] Mahdi Rizqullah Ahmad, Op., Cit.,
hlm. 745
[13] M. Quraish Shihab, Op., Cit.,
hlm. 917
[14] Abul Hasan Ali al-Hasani an-Nadwi, Sirah
Nabawiyah Sejarah Lengkap Nabi Muhammad SAW, (Yogyakarta: Mardhiyas Press,
2007), Cet. III, hlm. 408-409
[15] Mahdi Rizqullah Ahmad., Op., Cit.,
hlm. 746
[16] Sayyed Hoseein Nasr, Kekasih Allah
Muhammad, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1997), Cet. II, hlm. 47
[17] Syaikh Shafiyurrahman, Op., Cit.,
hlm. 476
[18] Mahdi Rizqullah Ahmad, Op., Cit.,
hlm. 755-758
[19] M. Quraish Shihab, Op., Cit.,
hlm. 933
0 komentar:
Posting Komentar