Berbagai
Pendekatan dalam Studi Islam
I.
PENDAHULUAN
Studi Islam merupakan bidang kajian yang telah ada
bersama dengan adanya agama Islam. Studi Islam dalam pengertian ini adalah
studi Islam secara praktek. Tapi studi Islam sebuah ilmu yang tersusun secara
sistematis,ilmiah dan mandiri baru muncul dalam beberapa dekade belakangan.
Dalam Studi Islam ada berbagai pendekatan yaitu
pendekatan sejarah sejarah fenomenoli,pendekatan hermeneutik, dan pendekatan
sosiologis. Dan makalah ini hadir membahas tentang pendekatan – pendekatan
tersebut.
II.
RUMUSAN
MASALAH
A.
Apa
pengertian studi Islam ?
B.
Apa
saja pendekatan dalam studi Islam ?
III.
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Studi Islam
Istilah Studi Islam dalam bahasa Inggris adalah
Islamic studies dan dalam bahasa Arab adalah Dirasat Al-Islamiyah. Ditinjau
dari sisi pengertian, Studi Islam secara sederhana dimaknai sebagai “kajian
Islam”.[1]
Menurut Moh.Nurhakim penggunaan istilah studi Islam
bertujuan untuk mengungkapkan beberapa maksud. Pertama,Studi Islam yang
dikonotasikan dengan aktifitas – aktifitas dan program– program pengkajian dan
penelitian terhadap agama sebagai objeknya, seperti pengkajian tentang konsep
zakat profesi. Kedua, Studi Islam yang dikonotasikan dengan materi, subjek,
bidang dan kurikulum suatu kajian atas Islam. Seperti ilmu – ilmu agama Islam
(Fiqih atau Kalam).
Ketiga, Studi
Islam dikonotasikan dengan institusi – institusi pengkajian Islam baik secara
formal maupun nonformal.[2]
Berdasarkan paparan di atas dapat kita pahami bahwa
Studi Islam memiliki cakupan makna, pembagian, dan juga bidang garap yang
berbeda - beda. Namun, titik tekan utamanya terletak pada ajaran Islam beserta
segenap manifestasinya.
B.
Pendekatan
dalam Studi Islam
1.
Pendekatan
Sejarah
Ditinjau dari sisi etimologi, kata sejarah berasal
dari bahasa Arab Syajarah (pohon) dan
dari kata history dalam bahasa
Inggris yang berarti cerita atau kisah. Kata history sendiri lebih populer
untuk menyebut sejarah dalam ilmu pengetahuan.. jika dilacak dari asalnya,
history berasal dari bahasa Yunani Istoria
yang berarti pengetahuan tentang gejala – gejala alam, khususnya manusia yang
bersifat kronologis.[3]
Apabila sejarah digunakan sebagai sebuah pendekatan
untuk studi Islam, maka aneka ragam peristiwa keagamaan pada masa lampau
umatnya akan dapat mengembangkan pemahaman berbagai gejala dalam dimensi waktu.
Dalam hal ini aspek kronologis merupakan cirri khas di dalam mengungkapkan
suatu gejala agama atau keagamaan.[4]
Pendekatan sejarah secara kritis bukanlah sebatas
dapat melihat peristiwa masa lampau dari segi pertumbuhan, perkembangan, serta
keruntuhan, melainkan juga mampu memahami gejala –gejala struktural serta
faktor – faktor kausal lainnya atas peristiwa – peristiwa tersebut. Jika
pendekatan sejarah bertujuan untuk menemukan gejala – gejala agama dengan
menelusuri sumber di masa silam, maka pendekatan ini bisa didasarkan pada
personal historis atau atas perkembangan kebudayaan umat pemeluknya. Pendekatan
semacam ini berusaha untuk menelusuri awal perkembangan tokoh keagamaan secara
individual, untuk menemukan sumber – sumber dan jejak perkembangan perilaku
keagamaan sebagai dialog dengan dunia sekitarnya, dan juga mencari pola – pola
interaksi antara agama dan masyarakat. Berdasarkan pendekatan tersebut,
sejarawan dapat menyajikan deskripsi detail dan eksplanasi tenteng sebab dan
akibat atas sesuatu kejadian tertentu. Pendekatan sejarah pada gilirannya akan
membimbing ke arah pengembangan teori tentang evolusi agama dan perkembangan
tipologi kelompok – kelompok keagamaan.
Prosedur dalam pelaksanaan penelitian sejarah agama
adalah pertama, persiapan sebelum penelitian. Kedua, pengumpulan sejarah
(heuristik). Ketiga, kritik terhadap sumber sejarah. Keempat, interpretasi
sejarah. Kelima, penulisan sejarah.[5]
2.
Pendekatan
Fenomenologi
Fenomenologi adalah sinonim dari fakta. Tapi menurut
Pierce berpendapat bahwa phenomenon (fenomenologi) bukan sekedar memberikan
deskripsi objek, melainkan telah masuk unsure ilusi, imajinasi, dan impian.[6]
Sejak zaman Edmund Husserl (1859-1938), arti
fenomenologi telah menjadi metodologi berpikir. Phenomenon bukan sekedar
pengalaman langsung, melainkan pengalaman yang telah mengimplisitkan penafsiran
dan klasifikasi. Mulai tahun 1970-an,fenomenologi mulai banyak digunakan oleh
berbagai disiplin ilmu sebagai pendekatan metodologik.[7]
Orientasi fenomenologi adalah bahwa pengertian yang
benar adalah pengertian yang asli dan bersih, yang ditempuh dengan jalan
reduksi. Melalui reduksi dapat disingkirkan segala unsur tradisi dari
pengertian yang ingin diselidiki ialah fenomin yaitu data sederhana tanpa
tambahan yang dapat diserap secara rohanian melalui intuisi (keberlangsungan).
Titik pijak fenomenologi dimulai dengan “orang mengetahui dan mengalami secara
apa adanya”.[8]
3.
Pendekatan Hermeneutik
Kata Hermeneutik berasal dari kata kerja Yunani Hermeneunien yang berarti mengartikan,
menerjemahkan, bertindak sebagai penafsir. Dalam Metologi Yunani, ada tokoh
yang namanya dikaitkan dengan hermeneutic, yaitu Hermes. Menurut mitos, Hermes bertugas untuk menafsirkan kehendak
dewa dengan bantuan kata – kata manusia agar manusiadapat memahami kehendak
dewa. Sebab bahasa dewa tidak dapat dipahami manusia. Ada berbagai spekulasi
tentang siapa Hermes sesungguhnya. Seyyed Hossein Nasr menyatakan bahwa dalam
tradisi Islam Hermes tidak lain dari Nabi Idris.[9]
Hans George Gadamer meringkas teori Hermeneurik
secara filosofis dalam tiga aktifitas eksistensi manusia yaitu subtilitas
intellegendi yang berarti memahami (understanding), subtilitas expicandi yang
berarti menjelaskan atau menguraikan makna tersirat menjadi makna tersurat, dan
subtilitas appicandi yang berarti menerapkanatau mengaitkan makna suatu teks
dengan situasi baru dan terkini.[10]
Dalam perkembangannya hingga sekarang ini,
hermeneutic minimal mempunyai tiga pengertian . Pertama, dapat diartikan
sebagai peralihan dari suatu yang relatif abstrak (misalnya ide pemikiran) ke
dalam bentuk ungkapan – ungkapan yang kongkrit ( misalnya dalam bentuk bahasa).
Kedua, terdapat usaha mengalihkan dari suatu bahasa asing yang maknanya jelas
tidak diketahui dalam bahasa lain yang bisa dimengerti oleh si pembaca. Ketiga,
seseorang sedang memindahkan suatu ungkapan pikiran yang kurang jelas diubah
menjadi bentuk ungkapan yang lebih jelas.[11]
Landasan dari metode Hermeneutik adalah
interpretasi. Satu hal penting yang harus dipahami bahwa cara kerja
interpretasi bukanlah dilakukan secara bebas dan semau interpreter. Kerja
interpretasi harus dilakukan dengan bertumpu pada evidensi objektif, yakni
bertolak dari faktabahwa sebagian besar perbendaharaan ilmu social terdiri atas
konsep tindakan. Konsep tindakan digunakan untuk mendeskripsikan tindakan yang
dilakukan dengan tujuan sedemikian rupa sehingga seseorang bisa bertanya apa
arah, maksud dan tujuan, atau apa yang hendak dilakukan, dilakukan,
dikehendaki, atau dimaksudkan oleh seseorang.[12]
Aspek lain dalam hermeneutic yang sangat pentiing
adalah bagaimana mengungkap makna sebuah teks yang asing. Teks memang mempunyai
sistem makna tersendiri dalam menyuarakan sejumlah makna. Namun teks hanya
sebuah tulisan yang belum tentu mewakili pikiran si penulis secara akurat. Oleh
karena itu, dalam memperoleh makna yang sebenarnya di balik teks, dibutuhkan
perhatian secara serius untuk mempertimbangkan berbagai variabel yang ada.[13]
Operasi hermeneutik secara utuh seringkali ditentang
oleh umat Islam tradisional,karena hermeneutik ini setidaknya membawa tiga
macam implikasi yang bertentangan dengan pendirian para ilmuan muslim
konvensional yaitu pertama, hermeneutik membawa implikasi bahasanya tanpa
konteks, teks itu tidak berharga dan bermakna. Sementara ide tradisional
menyatakan bahwa makna yang sebenarnya adalah apa yang dimaksud oleh Allah.
Kedua, hermeneutic memberi penekanan kepada manusia sebagai perantara yang
menghasilkan makna. Sementara ide tradisional menyatakan bahwa Tuhanlah
sebenarnya yang menganugrahkan pemahaman yang benar terhadap seseorang. Ketiga,
sangat berbeda dengan tradisi hermeneutic, ilmuan muslim tradisional telah
membuat perbedaan yang tidak terjembatani antara teks Al-Qur’an dan tafsir
serta penerimanya. Teks Al-Qur’an dianggap sangat sakral sehingga makna yang
sebenarnya tidak mungkin bisa tercapai.[14]
Pendekatan hermeneutik ini sedang banyak diminati dan dikembangkan dalam studi
Islam. Walaupun pendekatan ini tidak diterima oleh seluruh kalangan Islam.
Sebab ada yang melarang bahkan melarang penggunaan hermeneutik, tertapi jika
dilakukan analisis secara cermat,ada banyak konstribusi positif yang dapat dikembangkan dalam mengkaji,
mengembangkan, dan menggali khazanah Islam dengan pendekatan ini.[15]
4.
Pendekatan
Sosiologis
Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari kehidupan
manusia dalam kehidupan bersama. Pusat perhatiannya adalah kehidupan kelompok
dan tingkah laku sosial. Karena yang diperhatikan adalah masalah – masalah yang
sifatnya berkala besar dan substansial serta dalam konteks budaya yang lebih
luas, pemahaman sosiologi pun berskala makro,mendasar dan deduktif. Pemahaman
mikro dan induktif kurang menarik perhatian sosiologi.[16]
Asumsi dasar pendekatan sosiologi terhadap agama
adalah bahwa gejala – gejala keagamaan dapat dimengerti dengan menganalisisnya,
sebagai gejala sosial, sebagai sesuatu yang tercipta dalam hubungan antara
manusia dan karenanya dapat dijelaskan dengan menggunakan teori – teori yang
berlaku dalam ilmu sosial.[17]
Teori sosiologi tentang watak agama serta kedudukan
serta signifikasinya dalam dunia sosial, menndorong ditetapkannya serangkaian
kategori – kategori sosiologi, meliputi :
·
Stratifikasi
sosial, seperti kelas dan etnisitas
·
Kategori
biososial, seperti teks, gender, perkawinan, keluarga masa kanak – kanak, dan
usia
·
Pola organisasi
sosial politik,produksi ekonomi, sistem – sistem pertukaran, dan birokrasi
·
Proses sosial,
seperti formasi batas, relasi intergroup,interaksi personal, penyimpangan, dan
globalisasi.[18]
Pendekatan sosiologis memiliki makna yang sangat
penting dalam konteks studi Islam berbagai dinamika dan perkembangan yang
terjadi dalam masyarakat yang memerlukan telaah dan penelitian secara memadahi.
Dengan bantuan pendekatan sosiologis, dapat diungkap karakteristik, kekayaan
khazanah, dan deskripsi yang unik dari komunitas muslim diberbagai tempat.
IV.
KESIMPULAN
Studi Islam secara sederhana dimaknai sebagai
“kajian Islam”. Ada banyak pendekatan yang dapat dipergunakan untuk studi Islam
diantaranya :
a.
Pendekatan
Sejarah, Kajian Islam bisa dipelajari dengan melihat sejarah (masa lampau).
b.
Pendekatan
Fenomenologi, Kajian Islam bisa dilihat dari fakta – fakta yang ada.
c.
Pendekatan
Hermeneutik, Islam bisa dikaji melalui penafsiran dan penerjemahan dari teks –
teks yang ada.
d.
Pendekatan
Sosiologis, Kajian Islam juga dapat dipelajari dari berbagai gejala sosial.
V.
PENUTUP
Demikian makalah ini kami buat, sebagai manusia
biasa yang mempunyai kemampuan yang terbatas. Tentunya banyak kekurangan yang
terdapat di dalam penyusunan makalah ini. Oleh karena itu, saran dan kritik
yang membangun sangat kami harapkan dari pembaca yang budiman demi kesempurnaan
makalah kami ini dan berikutnya. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua.
Amin.
Daftar pustaka
Naim, ngainun. 2009. Pengantar Studi
Islam.Yogjakarta : Teras
Nannolly(ed), Peter. 2002. Aneka
Pendekatan Studi Agama. Yogjakarta : LKis
[1]
Ngainun Naim, Pengantar Studi Islam,
(Jogjakarta : Teras, 2009), hal. 1
[2] Ibid, hal, 4
[3]
Ibid, hal.98
[4]
Ibid hal. 102
[5]
Ibid, hal. 102
[6]
Ibid hal.106
[7]
Ibid hal.106
[8]
Ibid hal.109
[9]
Ibid hal.112
[10] ibid
[11]
Ibid hal.113
[12]
ibid
[13]
Ibid hal.115
[14]
Ibid hal.117
[15]
Ibid hal.120
[16]
Ibid hal.121
[17]
ibid
[18]
Peter Connolly(ed), aneka pendekatan
study agama (Jogjakarta:LKis,2002) hal.283
0 komentar:
Posting Komentar