Nama
asli petani penyadap nira ini adalah Ki Cokrojoyo. Alkisah, dalam
pengembaraannya, Sunan Kalijaga terpikat suara merdu Ki Crokro yang
bernyanyi setelah menyadap nira.
Kalijaga meminta Ki Cokro
mengganti syair lagunya dengan zikir kepada Allah. Ketika Ki Cokro
berzikir, mendadak gula yang ia buat dari nira itu berubah jadi emas.
Petani ini heran bukan
kepalang. Ia ingin berguru kepada Sunan
Kalijaga. Untuk menguji keteguhan hati calon muridnya, Sunan Kalijaga
menyuruh ki Cokro berzikir tanpa berhenti, sebelum ia datang lagi.
Setahun kemudian, Sunan Kalijaga teringat Ki Cokro. Sang aulia
memerintahkan murid-muridnya mencari Ki Cokro, yang berzikir di tengah
hutan. Mereka kesulitan menemukannya, karena tempat
berzikir ki
Cokro telah berubah menjadi padang ilalang dan semak belukar. Syahdan,
setelah murid-murid Sunan Kalijaga membakar padang ilalang, tampaklah Ki
Cokro sujud ke kiblat.
Tubuhnya hangus, alias geseng, dimakan
api. Tapi, penyadap nira ini masih bugar, mulutnya berzikir komat-kamit.
Sunan Kalijaga membangunkannya dan memberinya nama Sunan Geseng.
Ia menyebarkan agama Islam di Desa Jatinom, sekitar 10 kilometer dari kota Klaten arah ke utara.
Penduduk Jatinom mengenal Sunan Geseng dengan sebutan Ki Ageng Gribik.
Julukan itu berangkat dari pilihan Sunan Geseng untuk tinggal di rumah
beratap gribik –anyaman daun nyiur. Menurut legenda setempat, ketika Ki
Ageng Gribik pulang dari menunaikan ibadah haji, ia melihat penduduk
Jatinom kelaparan. Ia membawa sepotong kue apem, dibagikan kepada
ratusan orang yang kelaparan. Semuanya kebagian.
Kia Ageng
Gribik meminta warga yang kelaparan makan secuil kue apem seraya
mengucapkan zikir: Ya-Qowiyyu (Allah Mahakuat). Mereka pun kenyang dan
sehat. Sampai kini, masyarakat
Jatinom menghidupkan legenda Ki Ageng Gribik itu dengan menyelenggarakan upacara ”Ya-Qowiyyu” pada setiap bulan Syafar.
Warga membikin kue apem, lalu disetorkan ke masjid. Apem yang terkumpul
jumlahnya mencapai ratusan ribu. Kalau ditotal, beratnya sekitar 40
ton. Puncak upacara berlangsung usai salat Jumat.
Dari menara masjid, kue apem disebarkan para santri sambil berzikir, Ya-Qowiyyu….
Ribuan orang yang menghadiri upacara memperebutkan apem ”gotong royong” itu.
0 komentar:
Posting Komentar